Minggu, 30 Juni 2013

Skripsiku Ujianku

Apapun keputusannya, hidup adalah pilihan. Memasuki semester ke-7, aku mencoba memberanikan diri untuk mengambil mata kuliah akhir, yaitu skripsi. Apa itu skripsi? penelitian? apa yang mau diteliti?

Pertanyaan demi pertanyaan mulai bermunculan. Mengapa harus ada skripsi? Skripsi ada sebagai hasil akhir dari semua mata kuliah yang telah dilewati. Semester ini harus menjadi semester akhir, dengan 4 mata kuliah, magang, dan skripsi. Total saat itu hanya 18 sks. Bermodalkan tekad yang bulat, pasti bisa melewati semuanya *optimis*.

 Tiba pada proses belajar - mengajar semester 7. Sekitar pertengahan bulan Agustus, aku menunggu pembimbing skripsiku ditempel pada majalah dinding. Setiap hari aku baca pengumumannya, ternyata belum juga terpampang. Hingga pada sekitar akhir bulan September, apa yang aku tunggu pun ada di depan mata.

Lanjut kisah, aku mendapatkan pembimbing laporan magang yang sangat baik dari dosen dalam kampus. Sosok seorang ibu yang ingin mengayomi anaknya menuju pintu kesuksesan. Begitupula dengan pembimbing skripsi, aku mendapatkan pembimbing dari luar kampus yang amat sangat luar biasa baiknya, beliau seorang Professor. Dari gelarnya saja sudah membuat hatiku gentar. Semua ini harus aku hadapi.

Aku mencari tahu siapa saja teman yang mendapatkan pembimbing yang sama denganku. Seorang perempuan dan seorang laki-laki. Mereka bernama Elsa dan Brun. Kami merencanakan untuk bertemu dospem pada awal bulan Oktober. Saat bertemu, kami disambut dengan hangat olehnya. Kami pun mulai berdiskusi dengan berbagai topik pilihan skripsi kami.

Yeay, topik aku di acc semua. Tinggal memilih satu topik yang nantinya akan dilanjutkan pada propsal skripsi. Sambil menyelam, minum air. Aku mengerjakan laporan magang sekaligus penelitian. Memasuki minggu berikutnya, aku dan kedua temanku bersiap untuk bertemu dospem. Dengan menyerahkan konsep beserta kerangka penulisan, hasilnyaa "ditolak" *sedih*, tapi aku tidak akan menyerah sampai disini.

Selang seminggu berikutnya, aku kembali datang menemui dospem. Akan tetapi, di tengah perjalanan, aku harus kembali pulang karena ibuku sakit. Dia merasa pusing dan tak kuat untuk bangun dari tempat tidurnya. Aku bergegas menelepon kakak lelakiku untuk segera menjemput kami menuju rumah sakit. Saat itu, ibu langsung dibawa ke ruang gawat darurat. Sambil menunggu hasil pemeriksaan dokter, aku duduk tepat disamping tempat tidur ibuku. Aku mendampingi dan menjaganya sampai dia terbangun dari tidurnya lalu membutuhkan bantuanku untuk melakukan sesuatu. Aku hanya ingin membuktikan bahwa aku selalu ada untuknya di tengah kesibukanku selama ini.

Seorang perawat memanggilku untuk memberikan hasil pemeriksaan laboratorium. Aku mendatanginya sekaligus melihat hasilnya bahwa ibuku harus dirawat karena mempunyai kadar gula dalam darah yang melebihi batas normalnya. Tanpa pikir panjang, aku segera mencarikan kamar rawat inap yang terbaik untuknya.

Kondisiku kala itu mulai menurun. Aku memikirkan laporan magang yang belum selesai, skripsi yang ditolak dan mencari topik baru, dan hubunganku dengan seorang pria yang ada di hatiku kian mengalami penurunan. Satu persatu cobaan datang menghampiriku. Aku tak tahu dan tak mengerti bagaimana mengatasi semua ini. Hingga aku menceritakan pada ayahku. Dia berkata, "sholat, berdoa, dan serahkanlah semuanya kepada Allah SWT, ujian itu diberikan untuk menguatkan dan mendewasakan kita. Ikhlaskan saja segala sesuatunya, agar kamu merasa tenang." Ucapan itu yang selalu ku ingat agar aku kuat menjalani semua ini.

Aku selalu berdoa agar semua berjalan baik-baik saja, terutama untuk ibuku yang sedang sakit. Hampir setiap malam aku menjaganya di rumah sakit, terkadang bergantian dengan seorang kakak laki-lakiku. Aku hanya bisa melihatnya terbaring disebuah kasur yang ukurannya tidak terlalu besar dengan kondisi yang lemah, bahkan untuk minum sambil duduk pun ia tak sanggup. Aku membantu mengangkat sebagian tubuhnya agar air bisa masuk dengan sempurna ke dalam rongga kerongkongannya. Kemudian ia tertidur lagi. Tiba ditengah malam, seorang perawat mendatangi kamar kami dengan membawa suntikan insulin untuk menurunkan kadar gula dalam darahnya.

Sekitar satu minggu lebih ibuku menjalani rawat inap. Kemudian aku kembali memikirkan laporan magang dan topik skripsi yang baru. Mencari-cari teori yang pas untuk dikombinasikan dengan topik baru, hingga perutku terasa kenyang dengan teori. Hari itu perutku tidak bersahabat. Aku makan malam bersama kekasihku tetapi perutku menolak untuk mengasup makanan.

Beberapa hari kemudian, badanku terasa lemah tak berdaya. Pada hari selasa, aku dibawa oleh pamanku ke rumah sakit. Aku diperiksa oleh seorang dokter dan terindikasi bahwa lambungku bermasalah. Aku meminta dokter agar tidak merawatku di rumah sakit. Karena aku berpikir bahwa jika aku diopname, maka siapa yang akan merawatku, aku tak ingin membebani ibu dan ayahku lagi dengan kondisiku sekarang. Akhirnya dokter mengabulkan permintaanku dan dia berpesan, "tenangkan pikirannya, jangan memikirkan yang berat-berat dulu, yang penting kamu sehat. Kesehatan nomor satu. Minum obatnya yang teratur ya!."

Dokternya baik, walaupun bukan dokter yang biasanya menanganiku. Kurang lebih satu minggu aku tidak masuk kuliah karena sakit. Saat itu pula hubunganku dengan kekasihku semakin menurun. Sebisa mungkin aku pertahankan semua yang aku miliki saat itu.

Pada waktu yang bersamaan, dua orang sahabat memotivasi diriku untuk melewati semua ini. Fara dan Meli, yang setiap hari memberikan masukan agar aku tetap kuat menghadapi cobaan ini. Mereka menemaniku ketika aku terjatuh dari gejolak kehidupan yang menerpa diriku.

Aku berpikir bahwa saat ini adalah kondisi yang diatas normal. Belum pernah selama hidupku mengalami hal seberat hari itu. Kedua sahabatku yang setia, tetap saling menjaga dan menguatkan satu sama lain. Kami bertemu setiap hari walaupun berbeda jurusan. Kami sering ngopi bersama dan berbagi kisah, sampai pada suatu hari kami menamakannya "Ngopi-ngopi Cantik".

Oke, kembali lagi pada kegiatan semula. Aku mengerjakan bab 1 skripsi dengan tema televisi, berharap topik ini diterima. Hingga aku memberanikan diri untuk bertemu dospem sendiri dan hasilnyaaa "ditolak" lagi. Ya, siap mental untuk ditolak kalo lagi ngerjain skripsi gini. Aku dan dospem berdiskusi hingga bahan penelitian aku disahkan pada bidang televisi. Berlanjut lagi untuk mengerjakan bab 1 yang baru. Dengan semangat yang tinggi, aku bergegas mengerjakannya.

Selang satu hari, aku menemui dospemku kembali. Dan, hasilnya lagi-lagi ditolak. Dengan sabar aku menghadapinya, hingga kami diskusi kembali dan mengganti program acara yang akan diteliti. Setelah bertemu dospem, aku berbincang dengan kedua sahabatku, mereka menanyakan progres skripsiku. Dan aku jawab, "masih bab 1, barusan aja ditolak lagi, trus diskusi, sekarang mau ngerjain lagi nih, bab 1." Kedua sahabatku tertawa mendengarnya sampai salah seorang dari mereka menyeletuk, "lo itu miss bab 1, dari kemaren ngerjain bab 1 engga kelar-kelar" (ahahahahahaa). Kami pun tertawa terbahak-bahak.

Skripsi itu punya cerita, ditolak saja kita masih bisa tertawa dan tetap semangat mengerjakannya. Laporan magangku memasuki bab 3 dan bahkan hampir selesai. Sedangkan skripsi? Masih di bab 1. Tak lama setelah itu, kondisi hubunganku dengan sang kekasih semakin menurun. Aku tak mengerti mengapa situasi seperti ini mendorong aku untuk melepaskannya dari sisiku. Walaupun ini adalah keputusan bersama. Aku merasa ada yang lain, mungkin begitupula dia kepadaku. Seharusnya kita bisa saling melengkapi, tapi kenyataannya tidak sama sekali.

Berakhirnya hubunganku ditengah pemikiran yang berliku tajam, membuatku harus menjadi kuat mengahadapi semuanya. Meskipun ada sesuatu yang hilang dari sisiku, ada yang berbeda dari yang biasanya. Aku jalani kehidupan baru tanpa dirinya dan berusaha mengikhlaskan kepergiannya.

Beberapa hari setelah kami berpisah, aku kembali mengerjakan skripsi bab 1 lagi. Lalu aku bergegas untuk bimbingan dan dospemku tersenyum lebar melihat penampilanku yang berbeda. Ya, rambut dengan potongan baru. Beliau memotivasi aku dengan penuh semangat. Hal ini yang membuatku semangat juga mengerjakan skripsi. "new hair, new spirit".

Pada hari yang sama, kami juga berdiskusi tentang media yang akan diteliti. Berhubung aku suka dengan media televisi, maka aku memilih televisi lagi sebagai media yang akan diteliti. Tak lama, aku pulang untuk mencari data kelengkapan dari media yang ingin diteliti.

Skripsiku sudah maju selangkah, tinggal merapihkan laporan magang. Kebut bab 3 dan 4 plus revisinya segambreng. "Okee engga apa apa, yang penting ada yang sudah diselesaikan satu persatu", dalam hatiku. Ketika mengerjakan laporan magang, dospem skripsiku menelepon dan berkata bahwa media yang aku gunakan itu diganti dengan media cetak *shock seketika*. Aku langsung berpikir bahwa data televisi yang sudah aku cari dan kumpulkan selama ini tak berguna akibat pergantian media yang mengejutkan (hwaaaaa) *hopeless*. Bingung sebingung-bingungnya, rasanya itu uda engga ada yang mau dilakuin lagi di dunia ini *stres dateng lagi*. Akhirnya, aku menanggapi hal ini dengan bertemu beliau pada keesokan harinya bertujuan agar tidak terjadi misskomunikasi.

Aku mendatangi kantornya dan memang benar, media yang aku teliti diganti (lagi). Awalnya media televisi, kemudian media cetak, lanjut media online. Daaaann, "okee fix pak, media online. saya meneliti media online," tegas aku padanya, ini akibat stres yang melanda pikiran.

Dengan semangat yang membara, aku kembali menyelesaikan laporan magang sampai tuntas dengan nilai yang cukup memuaskan, yaitu "A". Laporan magang dan ujian akhir semester sudah selesai, sekarang langkah awal fokus pada skripsi. Begadang pun dimulai. Mencari data pemberitaan pada media online dengan "search by date" dan "search by keyword" secara satu-persatu dengan tiga variabel. Bayangkan saja, dua orang teman seperjuanganku, Brun dan Elsa untuk penelitiannya memilih antara kuantitatif atau kualitatif. Sedangkan aku? Keduanya bergabung alias mix antara kualitatif dan kuantitatif. Aku menggunakan kualitatif deskriptif dan kuantitatif konvensional.

Aku menjalani penelitian mix dengan penuh keikhlasan agar diberikan kelancaran, amin. Data yang sudah terkumpul akan diolah melalui analisis isi objektivitas dan penghitungan frekuensi. Aku mengerjakan bab 1,2, dan 3 itu hanya sekitar 4 hari. Kemudian lanjut bab 4 sekitar 3 hari. Kurang lebih satu minggu lebih sedikit tanpa henti aku mengerjakan skripsi. Ketika dospemku kembali dari luar negeri, skripsiku sudah hampir selesai. Walaupun ada revisi yang tidak terlalu banyak, aku segera menyelesaikannya.

Beberapa hari kemudian, skripsiku sudah selesai dari bab 1 sampai dengan bab 5 beserta revisinya. Secara keseluruhan skripsi aku diperiksa dan fix selesai. Alhamdulillah. Sebelum sidang, aku dan kedua temanku ingin meminta tanda tangan dospem untuk persetujuan menyelesaikan skripsi. Kami kesana dengan wajah berseri, sebab selangkah lagi untuk menyandang gelar yang kami inginkan.

Kami bergegas untuk menyelesaikan softcover skripsi karena jadwal sidang telah ditentukan hari Jumat. Ketika aku ingin mencetak data, hambatan datang lagi. Laptop aku tidak bisa menyala dan harus di instal ulang, padahal lusa harus sidang *stres mendadak*. Beruntungnya ada temanku Heri dan Riza yang membantu menyelesaikan masalah ini. Heri meminjamkan helm kepadaku untuk menginstal ulang laptop. Aku dan Riza menuju Roxy yang saat itu cuacanya gerimis - hujan ringan. Menunggu laptop di instal sampai sekitar 4 jam. Seharusnya sudah selesai, harus keulang lagi dari awal akibat laptopnya mati. Subhanallah, cobaan ini terus berdatangan.

Hari Jumat, 25 Januari 2013 inilah hari bahagiaku. Aku sidang dengan persiapan mendadak, semestinya jadwal aku setelah sholat jumat, tapi kenyataannya maju. Setelah Brun selesai sidang, sekitar pukul 10.30 WIB aku masuk ruang sidang. Awalnya deg-deg-an pasti, aku lupa menelpon orang tua untuk minta restu, lupa memberi kabar kepada teman-teman kalau jadwalnya maju. Serba lupa deh karena mendadak. Alhamdulillah aku sudah mengantongi segala persiapan dan jawaban atas pertanyaan yang diajukan.

Aku masuk kembali ruang sidang dengan sedikit pertanyaan masa depan. Dospem yang baik hati ini dan dua orang penguji menyarankan aku untuk lanjut kuliah S2 di Universitas Indonesia. Entah mereka memandangku dari berbagai segi, sampai aku direkomendasikan untuk kuliah lagi. "Mau bangeeet", jawabanku, hahahahaa. Selain itu juga, Pudek Fakultas menawarkanku untuk mengambil program beasiswa S2 dari kampus yang nantinya aku menjadi dosen disana.

Ini berkah judulnya. Alhamdulillah wa syukurillah bisa menyelesaikan pendidikan Strata-1 dengan baik. Aku bersyukur atas Karunia yang Allah berikan kepadaku. Ketika seorang dosen mengumumkan hasil sidang; "Selamat, kamu lulus dengan nilai A". Aku segera bersujud syukur di ruang itu, karena melewati perjuangan yang sangat berat. Tanpa kusadari, air mataku berlinang di pipi. Karena isi dihatiku adalah, "ya Allah, inikah balasan yang Engkau berikan kepadaku. Apa ini cara-Mu ketika hamba-Mu diuji sedemikianrupa beratnya untuk menaikan derajatnya? Melewati begitu besar tantangan yang menghadang. Kemudian Engkau membebaskan aku dengan hadiah gelar S.Ikom pada penghujung namaku. Terima kasih ya Allah, atas segala cobaan dan ujian dari-Mu sehingga aku bisa lulus dari ujian ini. Aku jadi mengerti arti kata bertahan, sabar, dan ikhlas. Engkau mendatangkan dan mengambil kembali seseorang yang seharusnya disampingku, agar aku belajar untuk menjadi lebih kuat. Pribadiku menjadi lebih dewasa serta tabah dalam menghadapi cobaan."

Rasanya bahagia sebahagia-bahagianya skripsi itu sudah selesai. Beban yang selama ini dipikul terasa ringan. Ibarat hidup bebas hambatan. Seberat apapun beban kita pasti akan terasa ringan apabila kita terus berusaha dan ikhlas dalam menjalaninya.

Segala halangan, rintangan, dan tantangan adalah sedikit dari banyaknya cobaan yang datang menghampiri untuk menguatkan dan mendewasakan kita serta mengetahui bagaimana cara bersyukur kepada Allah SWT. Jangan pernah lupakan kenangan yang indah, sebab ia merupakan sebuah kekuatan yang akan selalu membekali dirimu dengan kekuatan yang luar biasa. Dan jangan pula kamu membiarkan luka lama menguasai hari-harimu. Biarkanlah kenangan masa lalumu menyentuh perasaanmu, tapi jangan biarkan dirimu terus hanyut di dalamnya.

Aku melewati semua ini tak luput juga dari dukungan orang tua, keluarga besar, dospem tercinta, dua orang sahabat cantik, dan teman seperjuangan skripsi serta teman-teman yang mendukung sepenuh hati. Terima kasih teman, tanpa kalian mungkin skripsiku dan ujianku belum selesai sampai disini :)

Minggu, 27 November 2011

Hujan

Hujan ...
Selalu menghampiriku
Disaat ku merasakan
Pahit getirnya kehidupan
Manis indahnya kebahagiaan

Hujan ...
Bahasamu sungguh menakjubkan
Menenangkan hati dan pikiran
Membawa pada kedamaian
Dalam kegelisahan

Hujan ...
Rintikanmu menghanyutkan daku
Dalam sebuah suasana baru
Terkenang semua kenangan
Yang tak ternilai harganya

Hujan ...
Tetesanmu bak kejujuran
Ketulusan dari dalam hati
Melakukan yang terbaik
Menjalani hari dengan penuh senyuman :)

Sabtu, 10 September 2011

Kamera Ku Sayang, Kamera Ku Malang

Sekitar awal bulan Maret 2011, aku dan ayah pergi ke toko Fokus Nusantara. Tujuannya ingin membeli kamera, karena ada mata kuliah Teknik Fotografi dan Audio Visual. Sebelum berangkat, ayah memberi pilihan kepadaku, "Kamu ingin Blackberry atau kamera SLR?", ujar ayah. Sejenak aku berpikir dalam hati, "Kalau aku pilih Blackberry, berarti aku tidak akan beli kamera, tetapi, kalau aku beli kamera, Blackberry bisa menyusul, karena harga SLR jauh lebih mahal dari pada harga Blackberry", pikirku. Alhasil, aku dan ayah keluar dari toko dengan membawa sebuah Kamera SLR Canon 550D. Wah, betapa senangnya hatiku.



Punya barang baru pasti masih disayang-sayang, dipegang-pegang, digunakan sampai ingin tidur malam. Dengan kehati-hatian diriku pada kamera SLR yang satu ini, aku tak ingin banyak orang yang memegang kameraku, karena takut rusak jika tidak bisa menggunakannya dan bukan barang murahan.



Aku menggunakan kamera ketika mata kuliah Fotografi setiap hari Kamis jam satu siang. Selebihnya, aku hunting bersama teman-teman untuk mengerjakan tugas itu. Senang dan seru sekali berjalan bersama teman-teman yang mempunyai kamera juga. Jadi, setiap ada moment yang bagus, bisa langsung motret.



Suatu hari, aku membawa kamera itu pada acara kampus. Disaat itu pula aku menjadi dokumentasi. Nikmat memotret orang sekitar, tetapi yang disayangkan, karena aku orangnya agak narsis juga, terkadang aku juga ingin difoto, hehehe.



Aku sangat suka sekali hunting foto keluar bersama teman-teman, mempunyai pengalaman baru, mengetahui lingkungan sekitar, dan lebih mendapatkan makna terdalam.




Kamera SLR itu sudah aku bawa hampir kemanapun aku pergi, diantaranya: Ancol, Kota Tua, Car Free Day Sarinah dan Thamrin, Passer Baroe, Bali, Anyer, Sukabumi, Sekolah Raihan, dan lain-lain.



Beberapa hari setelah aku ujian Teknik Fotografi dan Audio Visual, kameraku mulai menganggur. Tidak pernah digunakan lagi. Padahal hasilnya lumayan bagus. Pernah kameraku benar-benar merasakan apa yang aku rasakan. Saat hatiku benar-benar sakit, kameraku pun menjatuhkan dirinya, padahal pakai tripod. Sudah hatiku sedih, kameraku juga merasakan hal yang sama. Kamera SLR yang sudah mengerti akan keadaan pemiliknya.

Sungguh, kameraku sekarang sangat malang, jarang dibersihkan lensanya, jarang digunakan kameranya, dan juga jarang aku bawa kemana-mana. Maaf yaa kameraku yang kusayang dan memiliki nasib malang ini. Mungkin belum ada job, jadi untuk sementara menjadi pengangguran dahulu ya.

Keinginanku ingin bisa menggunakannya kembali agar tidak percuma membeli kamera hanya untuk mata kuliah saja. Hunting yang kurindukan, agar kameraku juga bahagia. Tapi aku bersyukur, tidak semua orang mempunyai kamera SLR dan aku salah satu orang yang memilikinya. :D

Sabtu, 13 Agustus 2011

Dibawah Kesadaran Diriku

Berawal dari si dia yang datang terlambat saat perkuliahan. Setiap mata kuliah itu selalu aku perhatikan. Pertamanya hanya iseng-iseng, ternyata malah kecantol juga aku pada dirinya. Sepertinya dia punya aura yang berbeda dari yang lain. Dari cara memandang, bicara, sampai gerak-geriknya.

Kamis demi kamis aku menanti kehadirannya. Menunggu ia menyapa diriku. Faktanya, dia tidak mengenalku, sedih rasanya. Satu semester berlalu begitu saja. Aku masih berharap akan bisa bertemu dan dekat dengan dirinya.

Tiba di penghujung semester dua, setelah enam bulan hanya bisa memandangnya. Alhamdulillah bisa dipertemukan lagi dengan dirinya pada lain tempat dan situasi. Seneng bisa kenalan sama dia, walaupun sudah tahu sebelumnya, hehehe. Menginap tiga hari bersama dia, uuuuuu rasanya pengen terbang melayang saat itu, hehehe.

Memasuki kuliah dan sebuah ukm yang Alhamdulillah masih murni ini, ternyata kami dimasukkan dalam satu kepengurusan. Senangnya bisa bertemu dia terus, hahahaii. Kepengurusan terus berlanjut, bareng satu hari piket juga, hari Jumat, tambah asik deh, ihiiiyy.

Aku yang suka berbincang dengannya tentang mata kuliah yang sama. Dia butuh bantuan, aku bantu. Dia butuh buku, aku pinjamkan. Dia butuh absen, aku absenkan. Dia butuh tugas untuk lulus mata kuliah itu, aku bantu mengerjakannya. Dia hanya membalas dengan ucapan, "terima kasih nurul, jadi orang terlalu baik banget, jadi bingung mau balas dengan apa". Oke, engga masalah, kita saling tolong menolong.

Lama kelamaan kok dia seperti memanfaatkan aku yah. Dari mengerjakan tugas, sampai absen. Emang sih bisa bantu dia untuk lulus, tapi tidak begitu juga kali yah caranya. Sungguh, aku tidak menyadari semua ini. Aku senang membantu dia, tapi bagaimana dia padaku?

Aku mulai mengetahui bahwa ada seorang wanita yang menjadi pilihan hatinya. Ada sisi yang berbeda dari dirinya ketika melihat gadis itu. It's ok, itu tidak membuatku patah semangat untuk membantunya. Saat menjelang uas, kita barter tugas. Aku melihat hasil tugasnya, tidak sesuai dengan yang aku inginkan. Akhirnya, aku mencari sendiri tugas itu. Dan dia pun hanya menerima tugas yang telah aku kerjakan dengan sedikit copas dan pendapat, tanpa pemikiran yang jauh, hehehe agak curang dikit.

Alhasil, detik-detik kepengurusan ukm berakir, tibalah saatnya dia menyatakan cinta dan perasaannya pada gadis pujaan hatinya. Sungguh tidak menyangka, dia melakukannya. Lalu yang selama ini aku lakukan untuknya itu dianggap apa? Sakit rasanya melihat itu semua. Dan yang lebih lagi aku mendokumentasikan momen itu yang seharusnya aku tunggu untuk kebahagiaanku, berubah menjadi kesedihan.

Aku tak menyangka, semua ini terjadi dibawah kesadaran diriku.

Rabu, 17 Maret 2010

Sahabat

Ya, sahabat, dari judulnya saja sudah melekat dalam kehidupan sehari-hari. Sahabat, tak lain dari seseorang yang mengerti, memahami, dan setia dalam keadaan apapun, baik suka maupun duka. Tak mudah bagi seseorang untuk mendapatkan bahkan memiliki seorang sahabat yang benar-benar setia. Seperti pepatah mengatakan, "Lebih mudah mendapatkan seribu musuh dari pada seorang sahabat."

Banyak orang yang mendeskripsikan sahabat adalah seseorang yang sangat bermakna dalam hidup ini dan mempunyai keberanian untuk menentang serta membenarkan apa yang salah. Membuat kita merasa nyaman saat menceritakan suatu masalah, dari yang kecil sampai yang besar atau yang paling berat dialami dalam kehidupan sehari-hari.

Sahabat yang baik adalah sahabat yang benar-benar mengerti akan ingin dan maksud kita, tanpa mempedulikan orang lain yang ingin menghalanginya dan memberikan dukungan atas apa yang kita perbuat.

Tidak semua sahabat itu berhati baik, ada juga yang menusuk dari belakang, seperti pada saat kita menceritakan suatu masalah yang merupakan penderitaan buat kita, kemudian ia memanfaatkan suasana yang ada, bukannya membantu malah menambah susah, sehingga ia merasa bahagia diatas penderitaan orang lain.

Oleh karena itu, jangan lekas percaya dengan orang yang demikian. Sebelum menentukan seseorang untuk menjadi sahabat, alangkah baiknya kalau kita melihat, mengetahui, dan memperdalam sifat serta garak-gerik calon sahabat yang akan dipilih layaknya mencari seorang pasangan hidup.