Apapun keputusannya, hidup adalah pilihan. Memasuki semester ke-7, aku mencoba memberanikan diri untuk mengambil mata kuliah akhir, yaitu skripsi. Apa itu skripsi? penelitian? apa yang mau diteliti?
Pertanyaan demi pertanyaan mulai bermunculan. Mengapa harus ada skripsi? Skripsi ada sebagai hasil akhir dari semua mata kuliah yang telah dilewati. Semester ini harus menjadi semester akhir, dengan 4 mata kuliah, magang, dan skripsi. Total saat itu hanya 18 sks. Bermodalkan tekad yang bulat, pasti bisa melewati semuanya *optimis*.
Tiba pada proses belajar - mengajar semester 7. Sekitar pertengahan bulan Agustus, aku menunggu pembimbing skripsiku ditempel pada majalah dinding. Setiap hari aku baca pengumumannya, ternyata belum juga terpampang. Hingga pada sekitar akhir bulan September, apa yang aku tunggu pun ada di depan mata.
Lanjut kisah, aku mendapatkan pembimbing laporan magang yang sangat baik dari dosen dalam kampus. Sosok seorang ibu yang ingin mengayomi anaknya menuju pintu kesuksesan. Begitupula dengan pembimbing skripsi, aku mendapatkan pembimbing dari luar kampus yang amat sangat luar biasa baiknya, beliau seorang Professor. Dari gelarnya saja sudah membuat hatiku gentar. Semua ini harus aku hadapi.
Aku mencari tahu siapa saja teman yang mendapatkan pembimbing yang sama denganku. Seorang perempuan dan seorang laki-laki. Mereka bernama Elsa dan Brun. Kami merencanakan untuk bertemu dospem pada awal bulan Oktober. Saat bertemu, kami disambut dengan hangat olehnya. Kami pun mulai berdiskusi dengan berbagai topik pilihan skripsi kami.
Yeay, topik aku di acc semua. Tinggal memilih satu topik yang nantinya akan dilanjutkan pada propsal skripsi. Sambil menyelam, minum air. Aku mengerjakan laporan magang sekaligus penelitian. Memasuki minggu berikutnya, aku dan kedua temanku bersiap untuk bertemu dospem. Dengan menyerahkan konsep beserta kerangka penulisan, hasilnyaa "ditolak" *sedih*, tapi aku tidak akan menyerah sampai disini.
Selang seminggu berikutnya, aku kembali datang menemui dospem. Akan tetapi, di tengah perjalanan, aku harus kembali pulang karena ibuku sakit. Dia merasa pusing dan tak kuat untuk bangun dari tempat tidurnya. Aku bergegas menelepon kakak lelakiku untuk segera menjemput kami menuju rumah sakit. Saat itu, ibu langsung dibawa ke ruang gawat darurat. Sambil menunggu hasil pemeriksaan dokter, aku duduk tepat disamping tempat tidur ibuku. Aku mendampingi dan menjaganya sampai dia terbangun dari tidurnya lalu membutuhkan bantuanku untuk melakukan sesuatu. Aku hanya ingin membuktikan bahwa aku selalu ada untuknya di tengah kesibukanku selama ini.
Seorang perawat memanggilku untuk memberikan hasil pemeriksaan laboratorium. Aku mendatanginya sekaligus melihat hasilnya bahwa ibuku harus dirawat karena mempunyai kadar gula dalam darah yang melebihi batas normalnya. Tanpa pikir panjang, aku segera mencarikan kamar rawat inap yang terbaik untuknya.
Kondisiku kala itu mulai menurun. Aku memikirkan laporan magang yang belum selesai, skripsi yang ditolak dan mencari topik baru, dan hubunganku dengan seorang pria yang ada di hatiku kian mengalami penurunan. Satu persatu cobaan datang menghampiriku. Aku tak tahu dan tak mengerti bagaimana mengatasi semua ini. Hingga aku menceritakan pada ayahku. Dia berkata, "sholat, berdoa, dan serahkanlah semuanya kepada Allah SWT, ujian itu diberikan untuk menguatkan dan mendewasakan kita. Ikhlaskan saja segala sesuatunya, agar kamu merasa tenang." Ucapan itu yang selalu ku ingat agar aku kuat menjalani semua ini.
Aku selalu berdoa agar semua berjalan baik-baik saja, terutama untuk ibuku yang sedang sakit. Hampir setiap malam aku menjaganya di rumah sakit, terkadang bergantian dengan seorang kakak laki-lakiku. Aku hanya bisa melihatnya terbaring disebuah kasur yang ukurannya tidak terlalu besar dengan kondisi yang lemah, bahkan untuk minum sambil duduk pun ia tak sanggup. Aku membantu mengangkat sebagian tubuhnya agar air bisa masuk dengan sempurna ke dalam rongga kerongkongannya. Kemudian ia tertidur lagi. Tiba ditengah malam, seorang perawat mendatangi kamar kami dengan membawa suntikan insulin untuk menurunkan kadar gula dalam darahnya.
Sekitar satu minggu lebih ibuku menjalani rawat inap. Kemudian aku kembali memikirkan laporan magang dan topik skripsi yang baru. Mencari-cari teori yang pas untuk dikombinasikan dengan topik baru, hingga perutku terasa kenyang dengan teori. Hari itu perutku tidak bersahabat. Aku makan malam bersama kekasihku tetapi perutku menolak untuk mengasup makanan.
Beberapa hari kemudian, badanku terasa lemah tak berdaya. Pada hari selasa, aku dibawa oleh pamanku ke rumah sakit. Aku diperiksa oleh seorang dokter dan terindikasi bahwa lambungku bermasalah. Aku meminta dokter agar tidak merawatku di rumah sakit. Karena aku berpikir bahwa jika aku diopname, maka siapa yang akan merawatku, aku tak ingin membebani ibu dan ayahku lagi dengan kondisiku sekarang. Akhirnya dokter mengabulkan permintaanku dan dia berpesan, "tenangkan pikirannya, jangan memikirkan yang berat-berat dulu, yang penting kamu sehat. Kesehatan nomor satu. Minum obatnya yang teratur ya!."
Dokternya baik, walaupun bukan dokter yang biasanya menanganiku. Kurang lebih satu minggu aku tidak masuk kuliah karena sakit. Saat itu pula hubunganku dengan kekasihku semakin menurun. Sebisa mungkin aku pertahankan semua yang aku miliki saat itu.
Pada waktu yang bersamaan, dua orang sahabat memotivasi diriku untuk melewati semua ini. Fara dan Meli, yang setiap hari memberikan masukan agar aku tetap kuat menghadapi cobaan ini. Mereka menemaniku ketika aku terjatuh dari gejolak kehidupan yang menerpa diriku.
Aku berpikir bahwa saat ini adalah kondisi yang diatas normal. Belum pernah selama hidupku mengalami hal seberat hari itu. Kedua sahabatku yang setia, tetap saling menjaga dan menguatkan satu sama lain. Kami bertemu setiap hari walaupun berbeda jurusan. Kami sering ngopi bersama dan berbagi kisah, sampai pada suatu hari kami menamakannya "Ngopi-ngopi Cantik".
Oke, kembali lagi pada kegiatan semula. Aku mengerjakan bab 1 skripsi dengan tema televisi, berharap topik ini diterima. Hingga aku memberanikan diri untuk bertemu dospem sendiri dan hasilnyaaa "ditolak" lagi. Ya, siap mental untuk ditolak kalo lagi ngerjain skripsi gini. Aku dan dospem berdiskusi hingga bahan penelitian aku disahkan pada bidang televisi. Berlanjut lagi untuk mengerjakan bab 1 yang baru. Dengan semangat yang tinggi, aku bergegas mengerjakannya.
Selang satu hari, aku menemui dospemku kembali. Dan, hasilnya lagi-lagi ditolak. Dengan sabar aku menghadapinya, hingga kami diskusi kembali dan mengganti program acara yang akan diteliti. Setelah bertemu dospem, aku berbincang dengan kedua sahabatku, mereka menanyakan progres skripsiku. Dan aku jawab, "masih bab 1, barusan aja ditolak lagi, trus diskusi, sekarang mau ngerjain lagi nih, bab 1." Kedua sahabatku tertawa mendengarnya sampai salah seorang dari mereka menyeletuk, "lo itu miss bab 1, dari kemaren ngerjain bab 1 engga kelar-kelar" (ahahahahahaa). Kami pun tertawa terbahak-bahak.
Skripsi itu punya cerita, ditolak saja kita masih bisa tertawa dan tetap semangat mengerjakannya. Laporan magangku memasuki bab 3 dan bahkan hampir selesai. Sedangkan skripsi? Masih di bab 1. Tak lama setelah itu, kondisi hubunganku dengan sang kekasih semakin menurun. Aku tak mengerti mengapa situasi seperti ini mendorong aku untuk melepaskannya dari sisiku. Walaupun ini adalah keputusan bersama. Aku merasa ada yang lain, mungkin begitupula dia kepadaku. Seharusnya kita bisa saling melengkapi, tapi kenyataannya tidak sama sekali.
Berakhirnya hubunganku ditengah pemikiran yang berliku tajam, membuatku harus menjadi kuat mengahadapi semuanya. Meskipun ada sesuatu yang hilang dari sisiku, ada yang berbeda dari yang biasanya. Aku jalani kehidupan baru tanpa dirinya dan berusaha mengikhlaskan kepergiannya.
Beberapa hari setelah kami berpisah, aku kembali mengerjakan skripsi bab 1 lagi. Lalu aku bergegas untuk bimbingan dan dospemku tersenyum lebar melihat penampilanku yang berbeda. Ya, rambut dengan potongan baru. Beliau memotivasi aku dengan penuh semangat. Hal ini yang membuatku semangat juga mengerjakan skripsi. "new hair, new spirit".
Pada hari yang sama, kami juga berdiskusi tentang media yang akan diteliti. Berhubung aku suka dengan media televisi, maka aku memilih televisi lagi sebagai media yang akan diteliti. Tak lama, aku pulang untuk mencari data kelengkapan dari media yang ingin diteliti.
Skripsiku sudah maju selangkah, tinggal merapihkan laporan magang. Kebut bab 3 dan 4 plus revisinya segambreng. "Okee engga apa apa, yang penting ada yang sudah diselesaikan satu persatu", dalam hatiku. Ketika mengerjakan laporan magang, dospem skripsiku menelepon dan berkata bahwa media yang aku gunakan itu diganti dengan media cetak *shock seketika*. Aku langsung berpikir bahwa data televisi yang sudah aku cari dan kumpulkan selama ini tak berguna akibat pergantian media yang mengejutkan (hwaaaaa) *hopeless*. Bingung sebingung-bingungnya, rasanya itu uda engga ada yang mau dilakuin lagi di dunia ini *stres dateng lagi*. Akhirnya, aku menanggapi hal ini dengan bertemu beliau pada keesokan harinya bertujuan agar tidak terjadi misskomunikasi.
Aku mendatangi kantornya dan memang benar, media yang aku teliti diganti (lagi). Awalnya media televisi, kemudian media cetak, lanjut media online. Daaaann, "okee fix pak, media online. saya meneliti media online," tegas aku padanya, ini akibat stres yang melanda pikiran.
Dengan semangat yang membara, aku kembali menyelesaikan laporan magang sampai tuntas dengan nilai yang cukup memuaskan, yaitu "A". Laporan magang dan ujian akhir semester sudah selesai, sekarang langkah awal fokus pada skripsi. Begadang pun dimulai. Mencari data pemberitaan pada media online dengan "search by date" dan "search by keyword" secara satu-persatu dengan tiga variabel. Bayangkan saja, dua orang teman seperjuanganku, Brun dan Elsa untuk penelitiannya memilih antara kuantitatif atau kualitatif. Sedangkan aku? Keduanya bergabung alias mix antara kualitatif dan kuantitatif. Aku menggunakan kualitatif deskriptif dan kuantitatif konvensional.
Aku menjalani penelitian mix dengan penuh keikhlasan agar diberikan kelancaran, amin. Data yang sudah terkumpul akan diolah melalui analisis isi objektivitas dan penghitungan frekuensi. Aku mengerjakan bab 1,2, dan 3 itu hanya sekitar 4 hari. Kemudian lanjut bab 4 sekitar 3 hari. Kurang lebih satu minggu lebih sedikit tanpa henti aku mengerjakan skripsi. Ketika dospemku kembali dari luar negeri, skripsiku sudah hampir selesai. Walaupun ada revisi yang tidak terlalu banyak, aku segera menyelesaikannya.
Beberapa hari kemudian, skripsiku sudah selesai dari bab 1 sampai dengan bab 5 beserta revisinya. Secara keseluruhan skripsi aku diperiksa dan fix selesai. Alhamdulillah. Sebelum sidang, aku dan kedua temanku ingin meminta tanda tangan dospem untuk persetujuan menyelesaikan skripsi. Kami kesana dengan wajah berseri, sebab selangkah lagi untuk menyandang gelar yang kami inginkan.
Kami bergegas untuk menyelesaikan softcover skripsi karena jadwal sidang telah ditentukan hari Jumat. Ketika aku ingin mencetak data, hambatan datang lagi. Laptop aku tidak bisa menyala dan harus di instal ulang, padahal lusa harus sidang *stres mendadak*. Beruntungnya ada temanku Heri dan Riza yang membantu menyelesaikan masalah ini. Heri meminjamkan helm kepadaku untuk menginstal ulang laptop. Aku dan Riza menuju Roxy yang saat itu cuacanya gerimis - hujan ringan. Menunggu laptop di instal sampai sekitar 4 jam. Seharusnya sudah selesai, harus keulang lagi dari awal akibat laptopnya mati. Subhanallah, cobaan ini terus berdatangan.
Hari Jumat, 25 Januari 2013 inilah hari bahagiaku. Aku sidang dengan persiapan mendadak, semestinya jadwal aku setelah sholat jumat, tapi kenyataannya maju. Setelah Brun selesai sidang, sekitar pukul 10.30 WIB aku masuk ruang sidang. Awalnya deg-deg-an pasti, aku lupa menelpon orang tua untuk minta restu, lupa memberi kabar kepada teman-teman kalau jadwalnya maju. Serba lupa deh karena mendadak. Alhamdulillah aku sudah mengantongi segala persiapan dan jawaban atas pertanyaan yang diajukan.
Aku masuk kembali ruang sidang dengan sedikit pertanyaan masa depan. Dospem yang baik hati ini dan dua orang penguji menyarankan aku untuk lanjut kuliah S2 di Universitas Indonesia. Entah mereka memandangku dari berbagai segi, sampai aku direkomendasikan untuk kuliah lagi. "Mau bangeeet", jawabanku, hahahahaa. Selain itu juga, Pudek Fakultas menawarkanku untuk mengambil program beasiswa S2 dari kampus yang nantinya aku menjadi dosen disana.
Ini berkah judulnya. Alhamdulillah wa syukurillah bisa menyelesaikan pendidikan Strata-1 dengan baik. Aku bersyukur atas Karunia yang Allah berikan kepadaku. Ketika seorang dosen mengumumkan hasil sidang; "Selamat, kamu lulus dengan nilai A". Aku segera bersujud syukur di ruang itu, karena melewati perjuangan yang sangat berat. Tanpa kusadari, air mataku berlinang di pipi. Karena isi dihatiku adalah, "ya Allah, inikah balasan yang Engkau berikan kepadaku. Apa ini cara-Mu ketika hamba-Mu diuji sedemikianrupa beratnya untuk menaikan derajatnya? Melewati begitu besar tantangan yang menghadang. Kemudian Engkau membebaskan aku dengan hadiah gelar S.Ikom pada penghujung namaku. Terima kasih ya Allah, atas segala cobaan dan ujian dari-Mu sehingga aku bisa lulus dari ujian ini. Aku jadi mengerti arti kata bertahan, sabar, dan ikhlas. Engkau mendatangkan dan mengambil kembali seseorang yang seharusnya disampingku, agar aku belajar untuk menjadi lebih kuat. Pribadiku menjadi lebih dewasa serta tabah dalam menghadapi cobaan."
Rasanya bahagia sebahagia-bahagianya skripsi itu sudah selesai. Beban yang selama ini dipikul terasa ringan. Ibarat hidup bebas hambatan. Seberat apapun beban kita pasti akan terasa ringan apabila kita terus berusaha dan ikhlas dalam menjalaninya.
Segala halangan, rintangan, dan tantangan adalah sedikit dari banyaknya cobaan yang datang menghampiri untuk menguatkan dan mendewasakan kita serta mengetahui bagaimana cara bersyukur kepada Allah SWT. Jangan pernah lupakan kenangan yang indah, sebab ia merupakan sebuah kekuatan yang akan selalu membekali dirimu dengan kekuatan yang luar biasa. Dan jangan pula kamu membiarkan luka lama menguasai hari-harimu. Biarkanlah kenangan masa lalumu menyentuh perasaanmu, tapi jangan biarkan dirimu terus hanyut di dalamnya.
Aku melewati semua ini tak luput juga dari dukungan orang tua, keluarga besar, dospem tercinta, dua orang sahabat cantik, dan teman seperjuangan skripsi serta teman-teman yang mendukung sepenuh hati. Terima kasih teman, tanpa kalian mungkin skripsiku dan ujianku belum selesai sampai disini :)